Kata yang bunyinya bagus. Tapi, maknanya, berdampak sangat negatif bukan saja bagi kita sendiri …melainkan bisa berdampak sangat negatif bagi banyak pihak …
Penyangkalan adalah terjemahan dari denial. Sounds familiar dalam kehidupanku sebagai psikolog, dan, sebagai ibu dari anak autistik yang beranjak dewasa.
Jangan salah. Aku pun pernah denial. Ah, masa sih. Enggak ah. Bisa, koookkk… Demikian seterusnya. Tapi itu tidak berlangsung terlalu lama, mengingat buktinya kan kasat mata. Bukti apa? Bukti bahwa kasus ‘kebutuhan khusus’ itu tidak bisa dihilangkan dari kehidupan kita sebagai keluarga, bukti bahwa, apapun kebutuhan khususnya, tapi penanganan adalah kunci kemajuan bagi si individu.
Kasus penyangkalan, banyak kutemui lagi akhir-akhir ini.
Teman lama, datang, dengan anaknya yang sudah 4 tahun. Bahasa planet, tidak bisa diam, tidak bisa adaptasi, menjerit-jerit ketika keinginan tidak terpenuhi, pakai pampers setiap saat. Belum bisa bicara kecuali kata-kata tertentu dalam bahasa Inggris. Yang menarik, si bapak, ketika mencari aku, sama sekali tidak bilang kalau anaknya sudah dapat diagnosa “gejala autis” pada saat berusia 2 tahun. Aku tahunya dari si ibu, yang sudah nyaris menangis karena bingung berhadapan dengan si bapak yang lumayan keras kepala dengan pendapatnya sendiri itu… Yang lebih menarik lagi, si bapak, semangat banget minta ketemu aku, HELP ME gitu katanya. Tapi datang terlambat, tidak bawa formulir yang aku minta print dan isi, lalu sesudah pertemuan, lenyap bagai ditelan bumi…
Lalu, sesudah banyak kasus-kasus lain di antaranya, kutemui lagi, kasus denial mantap. Anaknya sih sudah S1. Dari universitas terkemuka. Bisa kemana-mana sendiri. Tapi ketika aku temukan sendiri kecenderungan individu itu untuk kebingungan sendiri, atau, bekerja sangat lambat karena pikirannya ke hal lain, atau, tidak berkomunikasi dengan baik, atau, menjalankan isi kepalanya tanpa peduli pada instruksi yang diberikan kepadanya …. tentu saja, tidak bisa dianggap ‘siap bekerja’ dong. Padahal, individu ini, katanya sudah pernah kerja di beberapa tempat sebelum akhirnya minta kesempatan untuk bergabung di tempatku sebagai volunteer. sekedar kesibukan lah gitu. Yang menarik, ketika kejadian-kejadian dilaporkan kepada keluarganya agar dapat dicarikan solusi demi perbaikan, tanggapannya ya tidak terlalu positif. Bahkan, seperti yang menyangkal bahwa ada masalah… Nadanya ketus, pula.
Ya sudah lah, hadirin.
Gak percaya ya sudah. Tapi ya aku juga menolak dong, dilibatkan dalam kerumitan penyangkalan seperti itu… Malesin banget, kan ya. Lha wong kasat mata kok faktanya. Lha wong situ yang minta bantuan aku. Giliran dibantuin, kok yaaaaa … geto deeehhh….
Silakan menyangkal lah.