Pukulan ‘telak’

Aku terkenal mudah merangkai kata. Jago ngomong, sampai kalau gak ‘dipukul’, gak berhenti ngomong (hehe).
Tapi ketika aku baca rangkaian percakapan yang ditinggalkan guru Ikhsan (ibu Ida) di meja belajar Ikhsan, aku sumpah mati kena pukulan ‘telak’. Bahasa kerennya, ‘speechless’. Lho? Kenapa?

Gini.

Aku kan sekarang praktek di rumah. Ada kamar praktek khusus tuh, di ruang depan. Banyak alat peraga, form, dan segala macem lah. Tiba2, sekitar 5 hari lalu, ikhsan bongkar-bongkar kamar praktek itu. Segala barang dia porak-porandakan. Duh. Ada apa, sih?
Otomatis, pas kejadian itu, mulai dari bertanya baik-baik, bicara baik-baik, aku ya terus berteriak marah lah yaw. Bete banget! Tapi pikir-pikir…kenapa ya?? Jadi aku minta tolong ibu ida untuk bertanya ke Ikhsan. Nah, ini lah hasilnya.

Bu Ida (BI): Ikhsan, bu Ida diberitahu ibu, kalau Ikhsan suka memberantakan ruang kerja ibu / ruang praktek ibu. Apakah benar? (ikhsan jawab: ya).
BI: ikhsan tahu kalau itu tidak boleh dan bisa membuat ibu marah? (ya)
Kenapa Ikhsan lakukan itu?
pilihannya banyak:
– karena tidak suka ibu ada pasien / ada tamu
– karena berisik
– karena iseng
– karena tidak ada kerjaan
– karena ikhsan mau ibu dengan ikhsan saja
– karena ingin diperhatikan ibu
– karena ingin jalan-jalan.

Yang mana yang dipilih? Huhuhu…ini yang bikin aku pingin nangis: ‘karena ikhsan mau ibu dengan ikhsan saja… karena ingin diperhatikan ibu’.
Ada lagi!
(BI): apakah menurut ikhsan kalau ikhsan dimarahi ibu, berarti ibu memperhatikan ikhsan? (ya)
(BI): apakah ikhsan merasa kurang diperhatikan ibu? (ya)
Kenapa Ikhsan merasa seperti itu?
– karena ibu jarang di rumah
– karena ibu jarang mengajak jalan-jalan
– karena ibu jarang mengajak ngobrol / bercanda
– karena ibu jarang menemani belajar
– karena ibu jarang telpon / SMS
– karena ibu jarang mengajak main
– karena ibu jarang mengajak main komputer bersama
– karena ibu sibuk terus
– karena ibu tidak mencarikan teman belajar
Yang dipilih? jarang ajak jalan2, jarang ajak ngobrol/bercanda, ibu sibuk terus, tidak mencarikan teman belajar…

(BI): jadi dengan melakukan hal yang tidak baik, lalu dimarahi ibu, ikhsan merasa diperhatikan? (ya)
(BI): Itu TIDAK BAIK dan ikhsan TIDAK BOLEH melakukan itu. Apakah Ikhsan mau janji? (tidak)
(BI): Kenapa Ikhsan TIDAK MAU janji? (karena ibu sibuk terus).
(BI): Kalau ibu memperhatikan Ikhsan/ tidak sibuk terus, apakah Ikhsan mau janji untuk tidak memberantakkan ruang praktek ibu? (ya)

Hayo!
How would you feel if you were me?

Duh… kalau masih pantes di usia ku yang *ehm* ini, aku udah dari pertama baca akan menangis berguling-guling di lantai. Rasanya, serba salah. Kerja keras, ujungnya ‘kan juga cari penghasilan untuk anak. Tapi..karena sibuk tentu saja tidak cukup waktu untuk berhandai-handai dengan anak..

Pikir-pikir…apa ya yang lebih penting dalam hidup ini?
Membantu anak orang lain? Mencari uang? Membuat kualitas hidup satu keluarga terjamin? Membuat anak sendiri bahagia?

Pertanyaan bodoh.
Ya jawabannya yang terakhir laaahhhhh…(masa terakhir donggg… ).
Jelas, tujuan hidup ku selalu adalah “to make Ikhsan happy”.

Sesudah pukulan ‘telak’ ini, apa rencana aku? Bukan rencana lagi. Sudah dikerjakan tadi. Dan, tercermin perubahan mendasar dalam ekspresi wajahnya. Ikhsan banyak tersenyum, mata lebih berbinar jahil. I’ve got my real Ikhsan back.
Apa yang aku kerjakan?
Gampang.
Aku ‘cuma’ TALK TO HIM almost all the time… dalam setiap langkah, dalam setiap detik, aku terus menerus menoleh kepadanya dan komentari apapun yang terjadi. Tentu saja dengan nada ‘riang’ (meski hati sedang bete atau lelah sekalipun).

Memang ‘lelah’ punya anak… tapi …. aku tidak mau merubah apapun yang sedang kujalani hari ini bersama anakku, tidak mau menukarnya dengan apapun. NEVER.

I love you with all my heart, anakku.
Maaf kan ibu.

One thought on “Pukulan ‘telak’

  1. Duh, meleleh gw… Semoga Allah memberi elo kekuatan lahir-batin sehinggal elo bisa membahagiakan Ikhsan, dan bisa mengantarkan Ikhsan menemukan passion-nya (bukan supaya dia keliatan lebih muda) sehingga dia bisa mencecap rasa manis dari kehidupan. Amin.

Leave a comment